MENGHADAPI KELOMPOK MASYARAKAT BARU

MENGHADAPI KELOMPOK MASYARAKAT BARU

bismillahirahmanirahim

Seiring pengumuman kelulusan siswa SMA sederajat beberap hari yang lalu, maka telah resmi pulalah dilahirkannya gelombang kelompok baru dalam masyarakat yang disebut angkatan lulusan tahun 2011. Kelompok ini akan menhasilkan dua potensi, yaitu potensi positiv dan negativ. Potensi negativnya adalah peluang semakin bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia dikarenakan banyaknya keluarga yang tidak mampu membiayai anaknya untuk masuk universitas. Sementara potensi positivnya sangat banyak di berbagai aspek, seperti peluang terlahirnya kaum-kaum intelektual baru yang lebih baik danlebih bersemangat.

SNMPTN dan jalur masuk perguruan tinggi lainnya adalah ujung tombak untuk mengikis atau bahkan menghilangkan pengaruh negativ dari terlahirnya kelompok masyarakat baru ini. Tergantung bagaimana pihak yang memiliki wewenang untuk menjalankan sistem penerimaan calon mahasasiswa ini mampu mengelolanya dengan baik dan adil,
filter universitas yang tidak efektif

filter universitas yang tidak efektif

bismillahirahmanirahim
Beberapa minggu yang lalu ane sempat nyoba ngirim atikel ke sebuah harian pagi, namun tampaknya sampai tulisan tersebut mendekati waktu yang tidak relevan belum ada jawaban, maka dari pada mubazir akan saya posting saja tulisan tersbut disini, begini tuliannya :


Universitas adalah sebuah jenjang pendidikan tertinggi yang mampu mengangkat martabat seseorang.  Bagi sebahagian masyarakat masuk perguruan tinggi hanyalah angan-angan belaka. Meskipun saya yakin setiap orang tua pasti ingin sekali menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang tertinggi ini, tak peduli apapun pekerjaan yang sedang mereka geluti dan berapapun penghasilan yang diperoleh. Banyak sekali diantara mereka yang tetap berjuang demi perbaikan masadepan anaknya melalui jenjang universitas.

Sayangnya karakter orang tua “tipe pejuang” tersebut sudah sangat langka untuk ditemui pada saat ini. Seringkali yang mereka lakukan hanyalah pasrah, dan menyuruh anaknya untuk bekerja serabutan saja selepas lulus dari bangku sekolah menengah atas. Hal ini dirasa cukup wajar, karena biaya untuk memasuki bangku kuliah terbilang tidak sedikit. Bahkan sekedar untuk mengikuti proses seleksi untuk masuk perguruan tinggi saja sseringkali mereka harus “bertaruh” uang ratusan ribu rupiah.