Tata Cara Shalat Istikharah

Tata Cara Shalat Istikharah

Terkadang kita menghadapi beberapa masalah yang memiliki urgensi (tingkat kepentingan) yang sama bagi kita. Kita pun ingin memohon dengan cara istikharah, tapi bingung tentang tata caranya. Mudah-mudahan tulisan berikut ini bisa jadi jalan keluarnya.
Shalat istikharah adalah shalat sunnah yang dikerjakan ketika seseorang hendak memohon petunjuk kepada Allah, untuk menentukan keputusan yang benar ketika dihadapkan kepada beberapa pilihan keputusan. Sebelum datangnya Islam, masyarakat jahiliyah melakukan istikharah (menentukan pilihan) dengan azlam (undian). Setelah Islam datang, Allah melarang cara semacam ini dan diganti dengan shalat istikharah.
Dalil disyariatkannya shalat istikharah
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu'anhu, beliau berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ « إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى – قَالَ – وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajari para sahabatnya untuk shalat istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surat dari Alquran. Beliau bersabda, "Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu, kemudian hendaklah ia berdoa:
"Allahumma inni astakhiruka bi 'ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta'lamu wa laa a'lamu, wa anta 'allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta'lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii 'aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma'aasyi wa 'aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta'lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma'aasyi wa 'aqibati amrii (fii 'aajili amri wa aajilih) fash-rifnii 'anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih."
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak tahu. Engkaulah yang mengetahui perkara yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, kehidupan, dan akhir urusanku (atau baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, dan palingkanlah aku darinya, dan takdirkanlah yang terbaik untukku apapun keadaannya dan jadikanlah aku ridha dengannya. Kemudian dia menyebut keinginanya" (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Ibn Hibban, Al-Baihaqi dan yang lainnya).
Teks Doa Istikharah
Teks doa istikharah ada dua:
Pertama,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى
"Allahumma inni astakhii-ruka bi 'ilmika, wa astaq-diruka bi qud-ratika, wa as-aluka min fadh-likal adziim, fa in-naka taq-diru wa laa aq-diru, wa ta'lamu wa laa a'lamu, wa anta 'allaamul ghuyub. Allahumma in kunta ta'lamu anna hadzal amro khoiron lii fii diinii wa ma'aasyi wa 'aqibati amrii faq-dur-hu lii, wa yas-sirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Wa in kunta ta'lamu anna hadzal amro syarrun lii fii diinii wa ma'aasyi wa 'aqibati amrii, fash-rifhu 'annii was-rifnii 'anhu, waqdur lial khoiro haitsu kaana tsumma ardhi-nii bih"
Kedua, sama dengan atas hanya ada beberapa kalimat yang berbeda, yaitu:
Kalimat [دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى] diganti dengan [عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ]. Sehingga, Teks lengkapnya:
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِك وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِى الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِى
Allahumma inni astakhii-ruka bi 'ilmika, wa astaq-diruka bi qud-ratika, wa as-aluka min fadh-likal adziim, fa in-naka taq-diru wa laa aq-diru, wa ta'lamu wa laa a'lamu, wa anta 'allaamul ghuyub. Allahumma in kunta ta'lamu anna hadzal amro khoiron lii fii 'aajili amrii wa aajilih faq-dur-hu lii, wa yas-sirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Wa in kunta ta'lamu anna hadzal amro syarrun lii fii 'aajili amrii wa aajilih, fash-rifhu 'annii was-rifnii 'anhu, waqdur lial khoiro haitsu kaana tsumma ardhi-nii bih.
Kapan doa istikharah diucapkan?
Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul berkata, "Waktu doa istikharah adalah setelah salam, berdasarkan sabda beliau shallallahu Alaihi wa Sallam,
إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ
"Jika salah seorang di antara kalian berkehendak atas suatu urusan, hendaklah ia shalat dua rakaat yang bukan wajib, kemudian ia berdoa….."
Teks hadis menunjukkan setelah melaksanakan dua rakaat, artinya setengah salam." (Bughyatul Mutathawi', Hal. 46)
Apakah ada bacaan khusus ketika shalat?
Tidak terdapat dalil yang menunjukkan adanya bacaan surat atau ayat khusus ketika shalat istikharah. Jadi, orang yang melakukan shalat istikharah bisa membaca surat atau ayat apapun, yang dia hafal. Al-Allamah Zainuddin Al-Iraqi mengatakan, "Aku tidak menemukan satu pun dalil dari berbagai hadis istikharah yang menganjurkan bacaan surat tertentu ketika istikharah."
Apakah istikharah harus dengan shalat khusus ataukah boleh dengan semua shalat sunnah?
Pada hadis tentang shalat istikharah di atas dinyatakan,
فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ
"Kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu…"
Berdasarkan kalimat ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa melakukan istikharah tidak harus dengan shalat khusus, tapi bisa dengan semua shalat sunah. Artinya, seseorang bisa melakukan shalat rawatib, dhuha, tahiyatul masjid, atau shalat sunah lainnya, kemudian setelah shalat dia membaca doa istikharah. Imam An-Nawawi mengatakan,
والظاهر أنها تحصل بركعتين من السنن الرواتب ، وبتحية المسجد، وغيرها من النوافل
"Teks hadis menunjukkan bahwa doa istikharah bisa dilakukan setelah melaksanakan shalat rawatib, tahiyatul masjid, atau shalat sunnah lainnya." (Bughyatul Mutathawi', Hal. 45)
Jawaban dalam mimpi?
Banyak orang beranggapan bahwa jawaban istikharah akan Allah sampaikan dalam mimpi. Ini adalah anggapan yang yang sama sekali tidak berdalil. Karena tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. Syaikh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah mengatakan,
Mimpi tidak bisa dijadikan acuan hukum fiqih. Karena dalam mimpi setan memiliki peluang besar untuk memainkan perannya, sehingga bisa jadi setan menggunakan mimpi untuk mempermainkan manusia. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الرؤيا ثلاثة، من الرحمن ومن الشيطان وحديث نفس
"Mimpi ada 3 macam: dari Allah, dari setan, dan bisikan hati."
Beliau juga menjelaskan bahwa mimpi tidak bisa untuk menetapkan hukum, namun hanya sebatas diketahui. Dan tidak ada hubungan antara shalat istikharah dengan mimpi. Karena itu, tidak disyaratkan, bahwa setiap istikharah pasti diikuti dengan mimpi. Hanya saja, jika ada orang yang istikharah kemudian dia tidur dan bermimpi yang baik, bisa jadi ini merupakan tanda baik baginya dan melapangkan jiwa. Tetapi, tidak ada keterkaitan antara istikharah dengan mimpi. (Al-Fatwa Al-Masyhuriyah: http://almenhaj.net/makal.php?linkid=124)
Apa yang harus dilakukan setelah istikharah?
Para ulama menjelaskan bahwa setelah istikharah hendaknya seseorang melakukan apa yang sesuai keinginan hatinya. Imam An-Nawawi mengatakan,
إذا استخار مضى لما شرح له صدره
"Jika seseorang melakukan istikharah, maka lanjutkanlah apa yang menjadi keinginan hatinya."
Kesimpulan
Berdasarkan keterangan di atas, tata cara shalat istikharah sebagai berikut:
Istikharah dilakukan ketika seseorang bertekad untuk melakukan satu hal tertentu, bukan sebatas lintasan batin. Kemudian dia pasrahkan kepada Allah.
Bersuci, baik wudhu atau tayammum.
Melaksanakan shalat dua rakaat. Shalat sunnah dua rakaat ini bebas, tidak harus shalat khusus. Bisa juga berupa shalat rawatib, shalat tahiyatul masjid, shalat dhuha, dll, yang penting dua rakaat.
Tidak ada bacaan surat khusus ketika shalat. Artinya cukup membaca Al-Fatihah (ini wajib) dan surat atau ayat yang dihafal.
Berdoa setelah salam dan dianjurkan mengangkat tangan. Caranya: membaca salah satu diantara dua pilihan doa di atas. Selesai doa dia langsung menyebutkan keinginannya dengan bahasa bebas. Misalnya: bekerja di perushaan A atau menikah dengan B atau berangkat ke kota C, dst.
Melakukan apa yang menjadi tekadnya. Jika menjumpai halangan, berarti itu isyarat bahwa Allah tidak menginginkan hal itu terjadi pada anda.
Apapun hasil akhir setelah istikharah, itulah yang terbaik bagi kita. Meskipun bisa jadi tidak sesuai dengan harapan sebelumnya. Karena itu, kita harus berusaha ridha dan lapang dada dengan pilihan Allah untuk kita. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan dalam doa di atas, dengan menyatakan, [ ثُمَّ أَرْضِنِى] "kemudian jadikanlah aku ridha dengannya" maksudnya adalah ridha dengan pilihan-Mu ya Allah, meskipun tidak sesuai keinginanku.
Allahu a'lam.
Ustadz Ammi Nur Baits
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
































APAKAH PERLU MENJAWAB ADZAN DI TV/RADIO

APAKAH PERLU MENJAWAB ADZAN DI TV/RADIO

Barangkali kita pernah mendengar kumandang adzan maghrib di TV. Ada juga adzan yang disiarkan live dari suatu masjid oleh suatu radio. Apakah adzan seperti ini perlu dijawab?
Ulama besar Saudi Arabia, Syaikh 'Abdul Karim Khudair hafizhohullah ditanya,
"Jika diputar suatu rekaman adzan ketika telah masuk waktu shalat, apakah adzan seperti itu perlu dijawab dan teranggap seperti adzan hakiki?"
Beliau hafizhohullah menjawab,
"Adzan yang diperdengarkan dari suatu alat yang di mana adzan tersebut adalah siaran live (dari suatu masjid), seperti misalnya saja kumandang adzan live dari Masjidil Harom melalui radio, atau dari salah satu masjid besar di kota Riyadh yang disiarkan live dari radio Al Qur'an, maka seperti itu dianggap adzan hakiki dan diperintahkan untuk dijawab. Adzan live melalui radio tersebut sama halnya dengan adzan yang disebarluaskan melalui pengeras suara.
Adapun jika adzan tersebut adalah hasil rekaman (di kaset atau CD), bukan siaran live, maka muadzinnya kita anggap seperti tidak ada atau mati. Seperti kita lihat adzan yang diperdengarkan di beberapa radio saat ini. Padahal muadzinnya boleh jadi telah tiada beberapa tahun silam. Seperti ada muadzin yang bernama Mahmud dan adzannya diputar lewat kaset, padahal dia sudah tiada 40 tahun yang lalu. Adzan semisal ini tidak perlu dijawab dan tidak dianggap seperti hukum adzan."
[Sumber fatwa: http://www.khudheir.com/text/5402]
Jika kita mendengar adzan lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
1.Diam dan menjawab adzan.
2.Ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin kecuali pada lafazh adzan "hayya 'alash sholaah" dan "hayya 'alal falaah", ucapkanlah "laa hawla quwwata illa billah"
3.Bacalah do'a setelah adzan: "Allahumma robba hadzihid da'watit taammati wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab'atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa 'adtah' [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya]
Dari Abdullah bin 'Amr bin Al 'Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
"Apabila kalian mendengar mu'adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10x. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa'atku." (HR. Muslim no. 875)
Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan 'Allahumma robba hadzihid da'watit taammati wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab'atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa 'adtah' [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa'atku kelak." (HR.Bukhari no. 614)
Dari 'Umar bin Khottob, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. فَقَالَ أَحَدُكُمُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. ثُمَّ قَالَ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ. قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ. قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ.قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. ثُمَّ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ».
"Jika muadzin mengucapkan Allahu akbar Allahu akbar, maka ucapkanlah Allahu akbar Allahu akbar. Jika muadzin mengucapkan Asyhadu alla ilaha illallah, maka ucapkanlah Asyhadu alla ilaha illallah. Jika muadzin mengucapkan Asyhadu anna muhammadar rasulullah, maka ucapkanlah Asyhadu anna muhammadar rasulullah. Jika muadzin mengucapkan hayya 'alash sholaah, ucapkanlah laa hawla wa laa quwwata illa billah. Kemudian jika muadzin mengucapkan hayya 'alal falaah, maka ucapkanlah laa hawla wa laa quwwata illa billah. Lalu jika muadzin mengucapkan Allahu akbar Allahu akbar, maka ucapkanlah Allahu akbar Allahu akbar". Lalu jika muadzin mengucapkan laa ilaha illallah, ucapkanlah laa ilaha illallah. Jika dia mengucapkan demikian dari dalam hatinya, maka ia akan masuk surga." (HR. Muslim no. 385)
Semoga sajian singkat ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

Riyadh-KSA, 9 Rajab 1432 H (10/06/2011)
www.rumaysho.com
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT



















Serangan halus Pemikiran Liberal

Serangan halus Pemikiran Liberal

1. pemikiran liberal ciri-cirinya | mendewakan apa yang mereka anggap sebagai 'isi' dan menyepelekan apa yang mereka anggap 'kulit'
2. liberalis menjauhkan Muslim dengan menyepelekan 'kulit' dan menekankan 'isi' | sekilas terlihat masuk akal, sejatinya sesat
3. "nggak penting kerudung-jilbabnya (kulitnya), yang penting baik (isinya)" | ini contoh pemikiran liberal
4. "nggak penting syariatnya (kulitnya), yang penting hasilnya (isinya) | ini pun contoh pemikiran liberal
5. "nggak penting shalat (kulitnya), yang penting ingat Allah (isinya)" | sama, inipun pemikiran liberal
6. "nggak masalah apapun agamanya (kulitnya), semua agama ajarin baik kok (isinya)" | contoh lagi pemikiran liberal
7. "syariat nggak perlu harus sesuai Rasulullah (kulitnya), zaman sudah berubah harus sesuaikan fakta (isinya)" | ini pun sama liberalnya
8. pemikiran liberal tanpa sadar menyusup dalam darah kita | mengalir deras seolah-olah itu adalah ide-ide Islam
9. karenanya perlu kita sampaikan konsep "amal yang diterima" dalam Islam | agar selamat dari pemikiran liberal
10. dalam Islam amal diterima bila mencakup 2 hal | 1) niat yang ikhlas karena Allah (bukan yang lain) dan 2) cara yang sesuai syar'i
11. dalam kajian lebih lanjut | disebut dengan fikrah (konsep/isi), thariqah (metode/kulit) dan uslub (cara)
12. maka dalam shalat | maka niat lillahi ta'ala adalah fikrah (konsep/isinya), sedang gerakan shalat adalah thariqah (metode/kulitnya)
13. dalam Islam niat (fikrah/konsep/isinya) harus karena Allah | dan cara (thariqah/metode/kulitnya) juga harus sesuai Allah
14. karenanya di dalam Al-Qur'an | setiap kata-kata "aamanu" (beriman) seringkali digandeng dengan "wa amilush shalihah" (beramal shalih)
15. niat yang ikhlas tanpa cara yang benar tiada pahala | sama sebagaimana cara yang benar tapi dilakukan niat riya
16. sedangkan uslub (cara) | maka ini bisa berbeda, bisa berubah, tergantung tempat, zaman, teknologi dan sebagainya
17. jadi bukan berarti Islam menolak modernisasi | namun Islam menolak liberalisasi
18. dalam dakwah contohnya | niat (fikrah) harus ikhlas, metode (thariqah) sesuai nabi, mengenai cara (uslub) bisa via ceramah, twitter dll
19. jadi Islam mewajibkan kita terikat pada fikrah dan thariqah | namun boleh berkreasi dalam uslub
20. misal hijab | ya mesti sesuai niat (ikhlas) dan bentuknya sesuai syariat (jilbab-khimar) | adapun uslub, misal jenis kain, boleh kreasi
21. jadi Islam bukan hanya asal intinya, kulitnya pun penting | bukan hanya asal hasilnya, prosesnya pun dihisab
22. bahkan pada banyak hal | Allah dan Rasul meminta kita fokus pada proses | bukan pada hasilnya
23. sama dalam perkara penegakan syariat Islam | hasil bukan satu-satunya hal penting | namun prosesnya pun tak kalah penting
24. kita ditolong Allah bukan karena seberapa banyak ibadah yang kita lakukan | namun dari seberapa kecil dosa yang kita hindarkan
25. jangan tertipu liberalis yang mencoba menjauhkan Muslim dari Allah | dengan logika manis namun sesat, logis namun maksiat
26. cukup bagi kita konsep Islam, dan metode Islam | kita Islam karenanya "kulit" kita Islam dan "isi" kita Islam
27. maafkan kami, sepertinya kami terlalu kagum dengan Islam | hingga tak sanggup membanggakan lain ide selain Islam
by: Ustad Felix Siauw
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Hadits tentang Taqwa

Hadits tentang Taqwa

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah membuatkan baginya jalan keluar dari segala kesulitan, kelapangan, dari segala kesedihan, dan Allah akan menganugerahkan rezeki kepadanya dari arah yang tidak ia duga".[HR. Abu Dawud].

"Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw, lalu berkata, "Hai Muhammad, hiduplah sesukamu namun engkau pasti mati. Berbuatlah sesukamu namun engkau pasti akan diganjar, dan cintailah siapa yang engkau sukai namun pasti engkau akan berpisah dengannya. Ketahuilah, kemuliaan seorang mukmin tergantung shalat malamnya dan kehormatannya tergantung dari ketidakbutuhannya kepada orang lain." (HR. Ath-Thabrani)
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
Posting perdana tahun 2013

Posting perdana tahun 2013

Dari Al-Hasan, pada waktu pernikahan 'Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari Jasyam, para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah yaitu, "Birafa' Wal Banin" (semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak).
Kemudian Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata : "Janganlah kalian ucapkan demikian . Karena Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam melarang ucapan demikian". Para tamu bertanya :"Lalu apa yang harus kami ucapkan?". Aqil menjelaskan :"Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka 'Alaiykum". Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam".

[Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain].
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT