Anda sulit untuk menemukan teman?

Anda sulit untuk menemukan teman?

bismillahirahmanirahim

untuk mengatasi ketidaksupelan dalam pergaulan karena pendiam dan susah akrab dengan orang lain ada beberapa yang bisa dilakukan :

1. Awali pergaulan dengan selalu berpikir positif.
Setiap bergaul, awali dengan selalu berpikir positif. Biasanya perasaan malu dan rendah diri dalam bergaul disebabkan karena kekhawatiran bahwa orang lain akan menolak atau mencemooh apa yang ada pada diri kita. Nah.. disini diperlukan pentingnya berpikir positif. Belum tentu orang lain akan menolak atau mencemooh kita. Jangan cepat mengambil kesimpulan negatif. Lebih baik yakinkan diri dengan berkata dalam hati “orang lain pasti menyenangi dan setuju dengan apa yang akan saya lakukan”. Jika pun setelah kita melakukan sesuatu dan ternyata kekuatiran Anda terbukti berupa ketidaksetujuan orang lain, maka Anda dapat menghibur diri dengan mengatakan “Ah, orang lain belum mengerti maksud saya. Saya harus memperbaiki caranya agar mereka lebih mengerti”. Jadi terus meneruslah berpikir positif (bersangka baik) kepada orang lain. Jangan masukkan pikiran negatif (sangka buruk) kepada orang lain. Sebab biasanya dari 1000 pikiran negatif kita yang benar itu hanya 1. Jika pun pikiran negatif kita terbukti, maka jadikan hal tersebut sebagai cara untuk belajar sabar.

2. Yakin bahwa setiap orang sudah cukup sibuk dengan dirinya masing-masing.
Orang yang susah bergaul biasanya merasa bahwa orang lain selalu memperhatikan secara detail tentang dirinya, sehingga ia menjadi takut berbuat salah. Padahal setiap orang sesungguhnya sibuk dengan dirinya masing-masing dan tidak cukup peduli untuk memperhatikan urusan kita secara detail. Oleh karena itu mengapa kita begitu takut untuk berbuat salah, padahal orang lain belum tentu memperhatikan kesalahan kita tersebut? Jika pun mereka mengetahuinya, apakah mereka memikirkannya, seperti kita yang memikirkan kesalahan kita secara mendalam dan dalam waktu yang lama? Lagipula tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Ingat! Bulan begitu indah dipandang hanya karena permukaan bulan ternyata penuh dengan tekstur yang tidak rata/sempurna.

3. Bersikap ramah dan sopan
Agar diterima dalam pergaulan, maka kita terlebih dahulu perlu menerima kehadiran orang di sekeliling kita. Kita harus membuka diri untuk menyambut orang-orang di sekeliling kita. Jangan terlalu kaku. Santai saja dan sambut mereka dengan mudah tersenyum kepada siapa saja. Jangan khawatir dianggap ‘murahan’ jika tersenyum dan ramah kepada orang lain. Yang penting kita tetap berlaku sopan dengan tidak memandang atau melakukan sentuhan yang dianggap “kurang ajar” oleh orang lain. Dalam berbicara juga pilih kata-kata yang tidak menyakitkan orang lain. Termasuk juga tidak mudah mencela atau mengeluarkan kata-kata yang kotor.

4. Selalu empati.
Sebenarnya inilah prinsip utama pergaulan. Jika kita ingin memiliki teman sejati dalam suka dan duka, maka bersikap empati merupakan hal yang mesti dilakukan. Empati adalah merasakan apa yang dirasakan orang lain. Kata kuncinya adalah tidak sibuk dengan perasaan sendiri. Selami perasaan orang lain dengan membayangkan jika Anda yang mengalami apa yang dialami oleh lawan bicara Anda. Empati juga perlu ditindaklanjuti dengan menolong orang lain. Karena dengan menolong orang lain bukan hanya kita akan disukai dalam pergaulan, tapi juga membuat kita bahagia.

dikutip dari Eramuslim.com
mengatasi rasa tidak percaya diri

mengatasi rasa tidak percaya diri

bismillahirahmanirahim

jika Anda merasa tidak percaya diri dengan potensi Anda, maka atasi hambatan tersebut dengan :

1. Yakini bahwa Allah SWT ingin agar kita berprestasi dahsyat dalam hidup ini. Allah tidak ingin hamba-Nya tampil “biasa-biasa saja” dalam hidup ini. Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At Tin : 4). Manusia adalah makhluk yang spesial dan sudah dianugerahi Allah potensi dahsyat dalam dirinya. Manusia yang mengeborasi potensinya menjadi prestasi dahsyat adalah manusia yang bersyukur. Sebaliknya, manusia yang ‘mendiamkan’ potensi dahsayatnya adalah manusia yang ingkar (kufur) terhadap nikmat Allah. Maukah Anda disebut sebagai manusia yang kufur (nikmat)? Tentu tidak mau khan? Karena itu mau tidak mau Anda harus melejitkan potensi Anda sebagai tanda bersyukur kepada Allah SWT.

2. Yakini bahwa hidup adalah ujian untuk berprestasi. Allah SWT berfirman, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al Mulk : 2). Yang dimaksud ‘yang lebih baik amalnya’ adalah yang paling berprestasi. Oleh karena itu, orang yang tidak berprestasi berarti ia gagal menjalani ujian di dunia ini. Ia gagal menjadi ciptaan Allah yang baik. Ibarat produk pabrik, ia gagal menjadi produk yang baik, sehingga menjadi barang rusak yang tidak layak dijual di pasaran. Begitulah manusia yang puas dan merasa nyaman dengan kondisi dirinya apa adanya. Tidak berada di 'pasar' dunia (sebenarnya tidak layah hidup). Allah mengecam orang semacam itu dengan kecaman yang keras. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al Araf : 179). Jadi saudaraku, hidup hanya sekali dan dia adalah ujian penentuan untuk hidup selama-lamanya di akhirat. Apakah kita mau menyia-nyiakan hidup ini dengan tidak mau berjuang agar lulus ujian Allah SWT? Sebab bagi mereka yang tidak lulus ujian Allah, maka ia akan merugi selama-lamanya karena menjadi penghuni neraka jahannam. Jadi semestinya kita memahami ayat-ayat tentang amal bukan hanya dalam pengertian menjauhi dosa (maksiat) saja, tapi juga keinginan Allah SWT agar kita berprstasi dahsyat di dunia ini. Inilah yang dipahami oleh para sahabat ra dan para ulama kita terdahulu (salaf), sehingga mereka berprestasi dahsyat di dunia ini.

3. Lakukan penumbuhan kepercayaan diri secara berangsur-angsur, jika Anda tidak bisa berubah seketika.

Dikutip dari : eramuslim.com
dengan beberapa perubahan
Sweet story of Al Hikmah Blog

Sweet story of Al Hikmah Blog

Sulit mengatakan bahwa mungkin saya akan semakin jarang update blog ini, berat terasa di hati emngingat perjalanan panjang blog ini, banyak memang tulisan ekstreme yang saya buat di sini. Hal itu tak terlepas dari komitment saya menjadikan blog Al Hikmah sebagai blog idealis, tanpa iklan dan tanpa posting neko-neko, murni posting tentang opini keislaman saya.

Masih teringat jelas posting pertama saya tentang Ambrozi dan Imam Samudra, salah satu guru yang saya mintai pendapat tentang blog saya malah merasa panik dan ngeri pad tulisan itu, satu lagi tentang tulisan keras adalah "mereka yang menjual status ikhwan/akhwat" dan "mencintai dengan cara manusia" posting ini justru populer di pencarian google, keras dan tegas sekali tulisan itu. Saya beberapa kali terfikir untuk menghapusnya, tapi biarlah. Toh saya posting atas nama kebenaran, tidak ada keburukan apalagi kebohongan di dalamnya.

Pada pertengahan 2009 adalah saat paling banyak saya bereksperimen dengan blog ini, banyak sekali percobaan pemasangan iklan, ganti gendre tulisan sampai pasang gadget macam-macam.

Menulis adalah kegiatan yang sangat indah, meski tulisan kita jarang dibaca orang lain. Just keep writing, menulis akan mengasah jiwa untuk lebih tajam, apalagi jika menulis prosa.

Mungkin selanjutnya blog ini akan terlihat mati, saya tak dapat memungkiri terbatasnya akses ke blogspot menjadi penyebab utama, selin itu saya saat ini sangat tertarik dengan wordpress yang terintegrasi ke tumblr, twitter dan facebook, bayangkan, dengan waktu sekitar 2 tahun blog wordpress saya sudah melampaui blogspot ini yang sudah berusia 5 tahun lebih..

Terima kasih blogspot, barangkali jika kelak saya dapat "berkah" sebuah laptop, kita akan lebih sering bermesraan, untuk saat ini saya hanya akan lebih sering dengan wordpress melalui gadget BB ini
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone
khusyuk dalam shalat

khusyuk dalam shalat

bismillahirahmanirahim


Para ulama selalu menekankan agar kita mengerjakan shalat dengan khusu’. Apakah yang dimaksud dengan khusu’ itu? Dan apa pula manfaatnya?

Khusu’ dalam shalat merupakan perkara yang sangat penting, sebab hal itu merupakan tujuan utama dari shalat yang kita kerjakan. Sesuai dengan firman Allah SWT:
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

Tunaikanlah shalat untuk mengingat-Ku. (QS Thaha: 14)

Dalam istilah ahli hakikat, khusu’ adalah patuh pada kebenaran. Ada yang mengatakan bahwa khusu’ adalah rasa takut yang terus menerus ada di dalam hati (Kitab At-Ta’rifat, 98).

Lebih jelas lagi, Syeikh ’Ala’udin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Baghdadi mengatakan, khusu’ dalam shalat adalah menyatukan konsentrasi dan berpaling dari selain Allah serta merenungkan segala yang diucapkannya, baik berupa bacaan Al-Qur’an maupun dzikir. (Tafsir Al-Khazin, juz V, hal 32)

Jadi khusu’ merupakan kondisi di mana seseorang melakukan shalat dengan memenuhi segala syarat, rukun dan sunnah shalat, serta dilakukan dengan tenang, penuh konsentrasi, meresapi dan menghayati ayat juga semua dzikir yang dibaca dalam shalat.

Dengan cara inilah shalat yang kita lakukan setiap hari akan menjadi khusu’ serta memberikan implikasi yang positif pada kehidupan kita. Yakni mencegah manusia dari perbuatan buruk dan kemungkaran.

Allah SWT Berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ


Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan yang buruk dan mungkar. (QS Al-Ankabut: 45)
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

Celakalah orang yang melakukan shalat tapi hati mereka luapa apa yang ia lakukan. (QS Al-Ma’un: 5)

Melihat arti pentingnya khusu dalam shalat, Syeikh Ali Ahmad aj-Jurjani berkata bahwa ketika seorang hamba telah mampu melaksanakan shalat dengan khusu’ berrarti ia telah sampai pada tingkat keimanan yang sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam kitab karangan beliau, bahwa ”sesungguhnya khusu’ dan menghadirkan hati dalam shalat, serta tetangnya anggota (dan melaksanakan sesuai syarat dan rukunnya) merupakan iman yang sempurna.” (Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuhu, juz II, hal 79).

Di samping itu, khusu’ merupakan syarat diterimanya shalat di sisi Allah SWT. Dalam kitab Sullam at-Tauufiq disebutkan, ”di Samping syarat-syarat agar shalat dapat diterima di sisi Allah SWT, ... harus menghadirkan hati dalam shalat (khusu’), maka tidak ada pahala bagi seseorang dalam shalatnya kecuali pada saat hatinya datang dalam shalatnya. (Sullam at-Taufiq, 22).

Karena itu orang yang melaksanakan shalat, tapi hatinya tidak khusu, maka seakan-akan ibadah yang dilakukan sia-sia, karena tidak diterima di sisi Allah.

Namun begitu, harus diakui bahwa khusu’ ini merupakan perkara yang berat sekali. Apalagi bagi kita yang masih awam. Sedikit sekali orang yang mampu khusu’ dalam shalatnya. Kalau kenyataannya seperti itu, maka minimal yang bisa kita lakukan adalah bagaimana khusu’ itu bisa terwujud dalam shalat kita walaupun hanya sesaat. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali:

”Maka tidak mungkin untuk mensyaratkan manusia agar menghadirkan hati (khusu’) dalam seluruh shalatnya. Karena sedikit sekali orang yang mampu melaksanakannya, dan tidak semua orang mampu mengerjakannya. Karena itu, maka yang dapat dilakukan adalah bagaimana dalam shalat itu bisa khusu’ walaupun hanya sesaat saja.” (Ihya ’Ulum ad-Din, Juz I, hal 161).

Kesimpulannya adalah khusu’ dalam shalat merupakan satu kondisi di mana kita melakukan shalat dengan tenang dan penuh konsentrasi, menghayati dan meresapi arti dan makna shalat yang sedang dikerjakan. Dan itu merupakan perkara yang sangat penting, agar ibadah yang kita laksanakan dapat dirasakan dalam kehidupan nyata, tidak semata-mata formalitas untuk menggugurkan kewajiban.
KH. Muhyiddin Abdusshomad
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Ketua PCNU Jember

Menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud

Menggerakkan jari telunjuk ketika tasyahud

bismillahirahmanirahim

Dalam Shalat, ketika kita duduk tasyahud, tepatnya ketika kita membaca “illallah” atau selain Allah, dalam rangkaian bacaan “Asyhadu an la ilaha illallah” atau saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, kita selalu mengangkat jari telunjuk. Adakah dasar hukumnya? Hikmah apa yang dikandung?

Ulama Syafi’iyyah mengajarkan untuk meletakkan kedua tangan di atas paha ketika sedang duduk tasyahud. Sementara jari-jari tangan kanan digenggam, kecuali jari telunjuk. Nah ketika membaca “illallah” jari telunjuk tersebut sunnah diangkat, tanpa digerak-gerakkan.

Dalam sebuah hadits Muslim dari Ali bin Abdirrahman al-Muawi dikisahkan bahwa pada suatu saat Ibnu Umar melihat Ali bin Abdirrahman sedang mempermainkan krikil ketika shalat. Setelah selesai shalat Ibnu Umar menegur Ali lalu berkata, “Apabila kamu shalat maka kerjakan sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW."

Ibnu Umar lalu berkata:
كان إذا جلس في الصلاة وضع كفه اليمنى على فخذه اليمنى وقبض أصابعه كلها وأشار بأصبعه التي تلى الإبهام ووضع كفه اليسرى على فخذه اليسرى

“Apabila Nabi SAW duduk ketika melaksanakan shalat, beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas paha kanannya dan menggenggam semua jemarinya. Kemudian berisyarah dengan (mengangkat) jari telunjuknya (ketika mengucapkan illallah) dan meletakkan tangan kirinya di atas paha kirinya." (HR Muslim)

Hadits ini yang dijadikan dasar para ulama tentang kesunnahan mengangkat jari telunjuk ketika tasyahud atau tahiyat.

Sedangkan hikmah dari anjuran tersebut adalah supaya kita mengesakan Allah SWT. Seluruh anggota tubuh kita mentauhidkan- Nya dengan dipandu jari telunjuk itu.

Adapun Zaidah bin Qudamah, beliau meriwayatkan hadits dengan lafazh, “Kemudian beliau mengangkat jarinya, maka aku melihat beliau menggerak-gerakkan jarinya lantas beliau berdoa dengannya.” Zaidah rahimahullah bersendirian dalam meriwayatkan hal ini berbeda dengan perowi yang lain. Bedanya beliau adalah karena adanya tambahan lafazh “yuharrikuhaa”, artinya beliau menggerak-gerakkan jarinya

Adapun Zaidah bin Qudamah, beliau meriwayatkan hadits dengan lafazh, “Kemudian beliau mengangkat jarinya, maka aku melihat beliau menggerak-gerakkan jarinya lantas beliau berdoa dengannya.” Zaidah rahimahullah bersendirian dalam meriwayatkan hal ini berbeda dengan perowi yang lain. Bedanya beliau adalah karena adanya tambahan lafazh “yuharrikuhaa”, artinya beliau menggerak-gerakkan jarinya.

Zaidah bin Qudamah itu tsiqoh (kredibel) dan orang yang mulia, semoga Allah merahmati beliau. Beliau juga dipandang sebagai orang yang tsiqah (kredibel) dan muthqin (kokoh hafalannya). Akan tetapi, mayoritas perowi tidak menyebutkan sebagaimana yang disebutkan oleh Zaidah.

Al Baihaqi rahimahullah berkata, “Boleh jadi yang dimaksud dengan yuharrikuha (menggerak-gerakkan jari) adalah hanya berisyarat dengannya, bukan yang dimaksud adalah menggerak-gerakkan jari. Sehingga jika dimaknai seperti ini maka jadi sinkronlah dengan riwayat Ibnu Az Zubair. Wallahu a’lam.”

Aku (Syaikh Mushthafa Al ‘Adawi) berkata, “Riwayat Ibnu Az Zubair yang dikeluarkan oleh Muslim hanya menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berisyarat saja dan tidak disebutkan menggerak-gerakkan jari (Syarh ‘Ilalil Hadits, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, Maktabah Makkah, 168-170)

***



Sekali lagi ini adalah masalah khilafiyah, jadi kami pun menghargai pendapat lainnya. Namun demikianlah pendapat yang kami pegang berdasarkan penelitian dari hadits-hadits yang ada sesuai dengan keterbatasan ilmu yang ada pada kami.

Catatan yang perlu diperhatikan, tidaklah usah merasa aneh jika ada yang tidak menggerak-gerakkan jari ketika tasyahud. Sebagaimana tidak perlu merasa aneh jika ada yang menggerak-gerakkan jari karena sebagian ulama berpendapat seperti ini. Namun sebaik-baik pendapat yang diikuti adalah yang berpegang pada pendapat yang kuat. Jika yakin bahwa hadits menggerak-gerakkan jari itu lemah karena menyelisihi banyak perowi yang lebih tsiqoh, maka sudah sepatutnya yang diikuti adalah yang yakin yaitu tidak menggerak-gerakkan jari. Namun ingat, tetaplah tolerir dengan pendapat lainnya karena masalah ini masih dalam tataran khilafiyah (silang pendapat antara para ulama). Wallahu a’lam bish showab.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.


dikutip dari berbagai artikel (muslim.or.id dll)