Lupa Mandi Junub

Lupa Mandi Junub

Ustadz Menjawab
Jum'at, 10 Maret 2017
Ustadz Farid Nu'man Hasan

Assalamu'alaikum ustadz/ah..saya seorang suami, sebelum tidur kita berhubungan suami istri, paginya ketika sholat shubuh saya lupa mandi junub hingga masuk kerja. bagaimana sholat shubuh saya ?? harus di qodho atau bagaimana??? mohon penjelasannya. jzk #i09
Jawaban
--------------
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته

Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu 'Ala Rasulillah wa Ba'd:
Keadaan suci, baik dari najis dan hadats, merupakan syarat keabsahannya shalat sebagaimana keterangan semua madzhab. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut:

Allah ﷻ berfirman:

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
Dan jika kalian junub maka bersucilah. (QS. Al Maidah: 6)

Dari Ibnu Umar Radhiallahu 'Anhuma, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

لا تقبل صلاة بغير طهور

Shalat tidaklah diterima dengan tanpa bersuci. (HR. At Tirmidzi No. 1. Imam At Tirmidzi berkata: hadits ini adalah yang paling shahih dan hasan dalam bab ini. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan: isnadnya shahih. Lihat Fathul Bari, 3/278)
Dari Ali Radhiallahu 'Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:

مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُورُ

Kunci pembuka shalat adalah bersuci. (HR. At Tirmidzi No. 3, Abu Daud No. 61. Imam Al Munawi mengatakan: isnadnya Shahih. Lihat At Taysir bisyarhil Jaami' Ash Shaghiir, 2/730)
Syaikh Abul 'Ala Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan:

وسمى النبي صلى الله عليه و سلم الطهور مفتاحا مجاز لأن الحدث مانع من الصلاة

Nabi ﷺ menamakan bersuci adalah "kunci" merupakan majaz, karena hadats merupakan penghalang dari shalat. (Tuhfah Al Ahwadzi, 1/33)
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:

ويجب على المصلي أن يأتي بها بحيث لو ترك شيئا منها تكون صلاته باطلة

Wajib bagi orang yang shalat untuk mendatangkan syarat sahnya shalat, yang jika dia tinggalkan satu bagian saja, maka shalatnya batal. (Fiqhus Sunnah, 1/123) Dan, salah satu syarat sahnya shalat itu Beliau sebutkan adalah suci dari hadats besar dan kecil.

*Bagaimana jika terlanjur shalat tanpa  tapi masih junub?*
Jika melakukannya karena lupa, maka dia tidak berdosa, tapi wajib mengulanginya, yaitu dia lakukan saat dia mengingatnya. Sebab, shalat yang telah dia lakukan tidak sah, dan mandi yang dia lakukan juga mandi biasa, sebab dia tidak meniatkan sebagai mandi junub.
Imam Ibnu Rajab Al Hambali Rahimahullah menjelaskan:

تمييز العبادات بعضها عن بعض ، كتمييز صلاة الظهر من صلاة العصر مثلاً  وتمييز صيام رمضان من صيام غيره ، أو تمييز العبادات من العادات ، كتمييز الغُسل من الجنابة من غسل التبرد والتنظف ، ونحو ذلك، وهذه النيَّةُ هي التي تُوجد كثيراً في كلام الفقهاء في كتبهم .

(Niat) itu   membedakan sebagian ibadah dengan ibadah lainnya, seperti membedakan shalat Dzuhur dengan shalat Ashar, membedakan puasa Ramadhan dengan puasa lainnya. Atau membedakan antara ibadah dengan adat kebiasaan, misalnya *membedakan antara mandi junub dengan mandi untuk menyejukkan badan atau membersihkannya,* dan lain sebagainya. Niat seperti inilah yang banyak sekali dijumpai di perkataan para fuqaha'.  *(Jaami' Al 'Uluum wal Hikam, hal. 11)*
Jika dia belum mandi junub, maka mandilah dengan niat mandi junub, lalu shalatlah. Demikian.
Wallahu a'lam.

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id






























Diterimanya Kiriman Amal Ke Mayyit

Diterimanya Kiriman Amal Ke Mayyit

Ustadz Menjawab
Kamis, 02 Maret 2017
Ustadz Farid Nu'man Hasan

Assalamu'alaikum, ustadz/ustadzah ....Apakah boleh amalan ibadah kita seperti baca al quran,berinfak,dll kita sedekah kan untuk orangtua kita yg sdh meninggal..Apakah ada dalil dan hadistnya? Jzkllh🙏 Member A04
Jawaban
--------------
و عليكم  السلام  و  رحمة  الله  و  بركاته
*Menurut Hadits Nabi dan  Ijma' (kesepakatan) Ahlus Sunnah dan seluruh kaum muslimin Sedekah Untuk Mayit adalah Sampai, Mengingkarinya Merupakan Kekeliruan Nyata*

Bersedekah yang diniatkan kebaikan pahalanya untuk orang tua yang sudah wafat, telah menjadi keyakinan dan ijma (aklamasi) seluruh para Salafush Shalih, dan imam kaum muslimin dari zaman ke zaman bahwa hal itu boleh, dan sampai pahalanya kepada mayit. Tak satu pun  ulama yang mengingkarinya. Sedangkan, ijma merupakan salah satu sumber hukum Islam, setelah Al Quran dan As Sunnah.
Berikut dalil-dalil  shahih 'sampainya pahala sedekah ke mayit':

Hadits 1:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, katanya:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَبِي مَاتَ وَتَرَكَ مَالًا وَلَمْ يُوصِ فَهَلْ يُكَفِّرُ عَنْهُ أَنْ أَتَصَدَّقَ عَنْهُ قَالَ نَعَمْ
"Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: "Sesungguhnya ayahku sudah wafat, dia meninggalkan harta dan belum diwasiatkannya, apakah jika disedekahkan untuknya maka hal itu akan menghapuskan kesalahannya? Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawa: Naam (ya). (HR. Muslim No. 1630, Ibnu Majah No.  2716, An Nasai No. 3652, Ahmad No. 8486)

Hadits ini sanadnya shahih. (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih wa Dhaif Sunan Nasai No. 3562, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 2716)

Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya, memasukkan hadits ini dalam Bab Wushul Tsawab Ash Shadaqat Ilal Mayyit (Bab: Sampainya pahala Sedekah kepada Mayit).

Imam An Nasa'i dalam kitab Sunan-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Fadhlu Ash Shadaqat 'anil Mayyit (Bab: Keutamaan Bersedekah Untuk Mayyit)

Hadits 2:
Dari 'Aisyah Radhiallahu 'Anha, katanya:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا
"Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam: Sesungguhnya ibuku wafat  secara mendadak, aku kira dia punya wasiat untuk sedekah, lalu apakah ada pahala baginya jika aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Naam (ya), sedekahlah untuknya. (HR. Bukhari No. 2609, 1322, Muslim No. 1004, Malik No. 1451, hadits ini menurut lafaz Imam bukhari)

Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Maa Yustahabu Liman Tuwufiya Fujaatan An Yatashaddaquu Anhu wa Qadhai An Nudzur anil Mayyit (Bab: Apa saja yang dianjurkan bagi yang wafat tiba-tiba, bersedekah untuknya, dan memenuhi nazar si mayyit).

  Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya memasukkan hadits ini dalam Bab Wushul tsawab Ash Shadaqah anil Mayyit Ilaih. (Sampainya pahala sedekah dari Mayit kepada yang Bersedekah)

Hadits 3:

Dari Saad bin Ubadah Radhiallahu Anhu, katanya:

قلت يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء .
"Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat, apakah aku bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Aku berkata: "Sedekah apa yang paling afdhal?" Beliau menjawab: Mengalirkan air. (HR. An Nasai No. 3664, Ibnu Majah No. 3684)

Hadits ini sanadnya shahih. (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih wa Dhaif Sunan An Nasai No. 3664, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 3684)
Dan masih banyak hadits lainnya.

Semua hadits ini adalah shahih. Penjudulan nama Bab yang dibuat oleh para imam ini sudah menunjukkan  kebolehan bersedekah untuk mayit, serta sampainya manfaat pahala untuk mayit dan juga pahala bagi yang bersedekah. Tak ada yang mengingkarinya kecuali kelompok inkar sunnah (kelompok yang menolak hadits nabi) dan mu'tazilah (kelompok yang mendewakan akal).

Pandangan Imam Ahlus Sunnah
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan tentang maksud hadits di atas:

وَفِي هَذَا الْحَدِيث جَوَاز الصَّدَقَة عَنْ الْمَيِّت وَاسْتِحْبَابهَا ، وَأَنَّ ثَوَابهَا يَصِلهُ وَيَنْفَعهُ ، وَيَنْفَع الْمُتَصَدِّق أَيْضًا ، وَهَذَا كُلّه أَجْمَعَ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ
"Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya bersedekah untuk mayit dan itu disunahkan melakukannya, dan sesungguhnya pahala sedekah itu sampai kepadanya dan bermanfaat baginya, dan juga bermanfaat buat yang bersedekah. Dan, semua ini adalah ijma (kesepakatan) semua kaum muslimin. (Imam An Nawawi, Al Minhaj Syah Shahih Muslim, 6/20. Mawqi Ruh Al Islam)

  Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, dalam kitab tafsirnya:

  فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما.
"Adapun doa dan bersedekah, maka keduanya telah disepakati (ijma') akan sampai kepadanya (mayit), dan keduanya memiliki dasar dalam nash  syariat." (Tafsir Al Quran Al 'Azhim,  Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al 'Azhim, Juz.7, Hal. 465. Dar Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi'. Cet. 2, 1999M-1420H)

Imam Abu Sulaiman Walid Al Baji Rahimahullah mengatakan:

فَاسْتَأْذَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَم فِي أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْهَا فَأَذِنَ لَهُ فِي ذَلِكَ فَثَبَتَ أَنَّ صَدَقَتَهُ عَنْهَا مِمَّا يُتَقَرَّبُ بِهِ
"Maka, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengizinkan bersedekah darinya, hal itu diizinkan untuknya, karena sedekahnya itu termasuk apa-apa yang bisa mendekatkan dirinya (kepada Allah)." (Al Muntaqa' Syarh Al Muwaththa', 4/74. Mawqi' Al Islam)

Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَيْسَ فِي الْآيَةِ وَلَا فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَنْتَفِعُ بِدُعَاءِ الْخَلْقِ لَهُ وَبِمَا يُعْمَلُ عَنْهُ مِنْ الْبِرِّ بَلْ أَئِمَّةُ الْإِسْلَامِ مُتَّفِقُونَ عَلَى انْتِفَاعِ الْمَيِّتِ بِذَلِكَ وَهَذَا مِمَّا يُعْلَمُ بِالِاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَقَدْ دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ فَمَنْ خَالَفَ ذَلِكَ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ .
"Segala puji bagi Allah. Tidak ada dalam ayat, dan tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa 'Tidak Bermanfaat' doa seorang hamba bagi mayit, dan juga amal perbuatan yang diperuntukkannya berupa amal kebaikan, bahkan para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Al Quran, As Sunnah, dan ijma. Barang siapa yang menyelesihinya, maka dia adalah ahli bidah. (Majmu Fatawa, 5/466. Mawqi Al Islam)
Beliau juga berkata:

وَالْأَئِمَّةُ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الصَّدَقَةَ تَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ وَكَذَلِكَ الْعِبَادَاتُ الْمَالِيَّةُ : كَالْعِتْقِ
"Para imam telah sepakat bahwa sedekah akan sampai kepada mayit, demikian juga ibadah maliyah (harta), seperti membebaskan budak." (Ibid)

Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:

أَيَّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا الإِْنْسَانُ وَجَعَل ثَوَابَهَا لِلْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ نَفَعَهُ ذَلِكَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى : كَالدُّعَاءِ وَالاِسْتِغْفَارِ ، وَالصَّدَقَةِ وَالْوَاجِبَاتِ الَّتِي تَدْخُلُهَا النِّيَابَةُ
"Amal apa pun demi mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh manusia dan menjadikan pahalanya untuk mayit seorang muslim, maka hal itu membawa manfaat bagi mayit itu, Insya Allah, seperti: doa, istighfar, sedekah, dan kewajiban yang bisa diwakilkan." (Al Mughni, 567-569)

Kewajiban yang bisa diwakilkan adalah haji dan puasa, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits-hadits shahih.

Imam Khathib Asy Syarbini Rahimahullah mengatakan:

تَنْفَعُ الْمَيِّتَ صَدَقَةٌ عَنْهُ ، وَوَقْفٌ وَبِنَاءُ مَسْجِدٍ ، وَحَفْرُ بِئْرٍ وَنَحْوُ ذَلِكَ
"Sedekah bagi mayit  membawa manfaat baginya, wakaf membangun masjid, dan membuat sumur air dan semisalnya .." (Mughni Muhtaj, 3/69-70) 

Imam Al Bahuti Rahimahullah   mengatakan:

قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .
Imam Ahmad mengatakan, bahwa  semua bentuk amal shalih dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah, dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu. (Syarh Muntaha Al Iradat, 3/16)

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin  Baz Rahimahullah – mantan Mufti Saudi Arabia- mengatakan:

وهكذا القراءة للأموات أيضا ليس لها أصل والواجب ترك ذلك.
أما الصدقة عن أموات المسلمين والدعاء لهم ، فكل ذلك مشروع
"Demikian juga membaca Al Quran untuk mayit, ini juga tidak memiliki dasarnya, maka wajib ditinggalkan. Ada pun bersedekah dan berdoa bagi mayit kaum muslimin, maka  semua ini disyariatkan." (Syaikh Bin Baz, Fatawa Nur 'Alad Darb, 1/89)

Syaikh Muhammad bin Shalih 'Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

أما الصدقة عن الميت فلا بأس بها يجوز أن يتصدق فإن رجلاً جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إن أمي قد افتلتت نفسها وأظنها لو تصدقت لتكلمت أفأتصدق عنها قال نعم فيجوز للإنسان أن يتصدق عن أبيه إذا مات وعن أمه وعن إخوته وأقاربه وكذلك عن غيره من المسلمين
"Ada pun sedekah buat mayit, maka itu tidak apa-apa, boleh bersedekah (untuknya). Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat  mendadak, aku mengira dia berencana untuk bersedekah, apakah saya boleh bersedekah untuknya? Beliau menjawab: Ya. Maka, boleh bagi manusia bersedekah untuk ayahnya jika sudah wafat, juga untuk ibunya, saudaranya, kerabatnya, demikian juga untuk yang lainnya dari kaum muslimin." (Syaikh Muhammad bin Shalih 'Utsaimin, Fatawa Nur 'Alad Darb, No. 44)

Dan masih banyak ulama lainnya, namun para ulama di atas sudah mewakili yang lainnya, bahwa bersedekah untuk mayit adalah boleh, dan sampai pahalanya kepada mayit, serta berpahala juga bagi yang bersedekah. Ini adalah ijma' (kesepakatan) kaum muslimin dari dahulu hingga saat ini, bahkan Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hal ini telah diketahui secara pasti dalam agama. Maka, barang siapa yang mengingkarinya –kata Imam Ibnu Taimiyah- dia adalah ahli bid'ah (pelaku kesesatan).
Bukan hanya itu, mengingkari hal ini merupakan pengingkaran terhadap sunah nabi, dan Imam Asy Syaukani  dan lainnya menyebutkan pengingkaran hal ini hanya dilakukan oleh kaum mu'tazilah (pendewa akal).
Kehujjahan Ijma' telah diakui semua umat Islam, kecuali para pengikut hawa nafsu. Berkata Imam Ibnu Taimiyah:

الْإِجْمَاعُ وَهُوَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ بَيْنَ عَامَّةِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ الْفُقَهَاءِ وَالصُّوفِيَّةِ وَأَهْلِ الْحَدِيثِ وَالْكَلَامِ وَغَيْرِهِمْ فِي الْجُمْلَةِ وَأَنْكَرَهُ بَعْضُ أَهْلِ الْبِدَعِ مِنْ الْمُعْتَزِلَةِ وَالشِّيعَةِ
"Ijma' telah menjadi kesepakatan antara umumnya kaum muslimin, baik dari kalangan ahli fiqih, sufi, ahli hadits, dan ahli kalam, serta selain mereka secara global, dan yang mengingkarinya adalah sebagian ahli bid'ah seperti mu'tazilah dan syi'ah." ( Majmu' Fatawa, 3/6. Mawqi' Al Islam)

Dan, orang-orang yang mengingkari ijma' adalah penghancur dasar-dasar agama, sebagaimana kata Imam As Sarkhasi dalam kitab Ushul-nya:
"Orang-orang yang mengingkari keberadaan ijma sebagai hujjah , maka mereka telah membatalkan ushuluddin (dasar-dasar agama), padalah lingkup dasar-dasar agama dan referensi umat Islam adalah ijma'nya mereka, maka para munkirul ijma (pengingkar ijma') merupakan orang-orang yang merobohkan dasar-dasar agama." (Ushul As Sarkhasi, 1/296. Darul Kutub Al 'Ilmiyah)

Al Imam  Al Hafizh  Al Khathib Al Baghdadi   berkata:
"Ijma' (kesepakatan) ahli ijtihad dalam setiap masa adalah satu di antara hujjah-hujjah Syara' dan satu di antara dalil-dalil hukum yang dipastikan benarnya". (Al Faqih wal Mutafaqih, 1/154)

Allah Ta'ala memerintahkan agar kita mengikuti ijma', dan bagi penentangnya disebut sebagai orang-orang yang mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman, yakni dalam firmanNya:
"Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu  dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (QS. An Nisa (4): 115)

Dalam hadits juga disebutkan:

إن الله تعالى لا يجمع أمتي على ضلالة وَيَدُ اللَّهِ مَعَ الْجَمَاعَة
"Sesungguhnya Allah Ta'ala tidaklah meng-ijma'kan  umatku dalam kesesatan, dan tangan Allah bersama jamaah." (HR. At Tirmidzi No. 2255, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' No 1848)

Demikian, Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang menginginkan kebenaran.
Wallahu A'lam wa ilaihi musytaka …

Dipersembahkan oleh:
www.manis.id












































































Apa Yang Didapatkan?

Apa Yang Didapatkan?

Hadits:

وعن أبي يَزيدَ مَعْنِ بنِ يَزيدَ بنِ الأخنسِ - رضي الله عنهم - ، وهو وأبوه وَجَدُّه صحابيُّون ،
قَالَ : كَانَ أبي يَزيدُ أخْرَجَ دَنَانِيرَ يَتَصَدَّقُ بِهَا ، فَوَضعَهَا عِنْدَ رَجُلٍ في الْمَسْجِدِ ، فَجِئْتُ فأَخذْتُها فَأَتَيْتُهُ بِهَا.
فقالَ : واللهِ ، مَا إيَّاكَ أرَدْتُ ، فَخَاصَمْتُهُ إِلى رسولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ،
فقَالَ : ( لكَ مَا نَوَيْتَ يَا يزيدُ ، ولَكَ ما أخَذْتَ يَا مَعْنُ )
رواهُ البخاريُّ .

Artinya:
Dari Abu Yazid yaitu Ma'an bin Yazid bin Akhnas radhiallahu 'anhum. Ia, ayahnya dan neneknya adalah termasuk golongan sahabat semua.

Kata saya: "Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar yang dengannya ia bersedekah, lalu dinar-dinar itu ia letakkan di sisi seseorang di dalam masjid.

Saya - yakni Ma'an anak Yazid - datang untuk mengambilnya, kemudian saya menemui ayahku dengan dinar-dinar tadi.

Ayah berkata: "Demi Allah, bukan engkau yang kukehendaki - untuk diberi sedekah itu."

_
Selanjutnya hal itu saya adukan kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau bersabda:

"Bagimu adalah apa yang engkau niatkan hai Yazid – yakni bahawa  engkau telah memperolehi pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu - sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil, hai Ma'an - yakni bahwa engkau boleh terus memiliki dinar-dinar tersebut, karena juga sudah diizinkan oleh orang yang ada di masjid, yang dimaksudkan oleh Yazid tadi." (Riwayat Bukhari)


https://www.manis.id