Hukum Mencukur Dan Memelihara Jenggot

Hukum Mencukur Dan Memelihara Jenggot

bismillahirahmanirahim

          Sebagai tambahan dari posting saya sebelumnya tentang "Penampilan kaum muslim (pria) yang sesuai tuntunan Rasulullah saw itu gimana sih?" maka saya berikan artikel berupa tanya jawab dengan seorang ustad, silahkan disimak :


       Soal: Ustadz yang terhormat, apa hukum memelihara jenggot, sunnah atau wajib? Terus hukum mencukur jenggot apa?
Jawab: Hukum Memotong Jenggot
Para ‘ulama berbeda pendapat mengenai hukum memotong sebagian jenggot. Sebagian besar ‘ulama memakruhkan, sebagian lagi membolehkannya (lihat Ibn ‘Abd al-Barr, al-Tamhîd, juz 24, hal. 145). Salah seorang ‘ulama yang membolehkan memotong sebagian jenggot adalah Imam Malik, sedangkan yang memakruhkan adalah Qadliy ‘Iyadl.
Untuk menarik hukum mencukur jenggot dan memelihara jenggot harus diketengahkan terlebih dahulu hadits-hadits yang berbicara tentang pemeliharaan jenggot dan pemangkasan jenggot. Berikut ini adalah riwayat-riwayat yang berbicara tentang masalah pemeliharaan jenggot.
Imam Bukhari mengetengahkan sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis. Adalah Ibnu ‘Umar, jika ia menunaikan haji atau umrah, maka ia menggenggam jenggotnya, dan memotong kelebihannya.”
Imam Muslim juga meriwayat hadits yang isinya senada dengan riwayat Imam Bukhari dari Ibnu ‘Umar, namun dengan menggunakan redaksi yang lain:
“Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik, pendekkanlah kumis, dan panjangkanlah jenggot.”
Riwayat-riwayat sama juga diketengahkan oleh Abu Dawud, dan lain sebagainya. Imam An-Nawawi, dalam Syarah Shahih Muslim menyatakan, bahwa dhahir hadits di atas adalah perintah untuk memanjangkan jenggot, atau membiarkan jenggot tumbuh panjang seperti apa adanya. Qadliy Iyadl menyatakan:
“Hukum mencukur, memotong, dan membakar jenggot adalah makruh. Sedangkan memangkas kelebihan, dan merapikannya adalah perbuatan yang baik. Dan membiarkannya panjang selama satu bulan adalah makruh, seperti makruhnya memotong dan mengguntingnya.[/i]” (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).
Menurut Imam An-Nawawi, para ‘ulama berbeda pendapat, apakah satu bulan itu merupakan batasan atau tidak untuk memangkas jenggot (lihat juga penuturan Imam Ath-Thabari dalam masalah ini; al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 10, hal. 350-351).
Sebagian ‘ulama tidak memberikan batasan apapun. Namun mereka tidak membiarkannya terus memanjang selama satu bulan, dan segera memotongnya bila telah mencapai satu bulan.
Imam Malik memakruhkan jenggot yang dibiarkan panjang sekali. Sebagian ‘ulama yang lain berpendapat bahwa panjang jenggot yang boleh dipelihara adalah segenggaman tangan. Bila ada kelebihannya (lebih dari segenggaman tangan) mesti dipotong. Sebagian lagi memakruhkan memangkas jenggot, kecuali saat haji dan umrah saja (lihat Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, hadits no. 383; dan lihat juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, hadits. No. 5442).
Menurut Imam Ath-Thabari, para ‘ulama juga berbeda pendapat dalam menentukan panjang jenggot yang harus dipotong. Sebagian ‘ulama tidak menetapkan panjang tertentu, akan tetapi dipotong sepantasnya dan secukupnya. Imam Hasan Al-Bashri biasa memangkas dan mencukur jenggot, hingga panjangnya pantas dan tidak merendahkan dirinya.
Dari ‘Atha dan ‘ulama-‘ulama lain, dituturkan bahwasanya larangan mencukur dan menipiskan jenggot dikaitkan dengan tasyabbuh, atau menyerupai perbuatan orang-orang kafir yang saat itu biasa memangkas jenggot dan membiarkan kumis. Pendapat ini dipilih oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar. Sedangkan Imam An-Nawawi menyatakan, bahwa yang lebih tepat adalah membiarkan jenggot tersebut tumbuh apa adanya, tidak dipangkas maupun dikurangi (Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 3, hal. 151).
Pendapat Imam An-Nawawi ini disanggah oleh Imam Al-Bajiy. Beliau menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan memanjangkan jenggot adalah bukan membiarkan jenggot panjang seluruhnya, akan tetapi sebagian jenggot saja. Sebab, jika jenggot telah tumbuh lebat lebih utama untuk dipangkas sebagiannya, dan disunnahkan panjangnya serasi. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Amru bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya, bahwasanya Rasulullah Saw memangkas sebagian dari jenggotnya, hingga panjangnya sama. Diriwayatkan juga, bahwa Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar memangkas jenggot jika panjangnya telah melebihi genggaman tangan. Ini menunjukkan, bahwasanya jenggot tidak dibiarkan memanjang begitu saja –sebagaimana pendapat Imam An-Nawawi–, akan tetapi boleh saja dipangkas, asalkan tidak sampai habis, atau dipangkas bertingkat-tingkat (Imam Zarqâniy, Syarah Zarqâniy, juz 4, hal. 426).
Al-Thaiyyibiy melarang mencukur jenggot seperti orang-orang A’jam (non muslim) dan menyambung jenggot seperti ekor keledai. Al-Hafidz Ibnu Hajar melarang mencukur jenggot hingga habis (Ibid, juz 4, hal. 426).
Kami berpendapat bahwa memangkas sebagian jenggot hukumnya adalah mubah. Sedangkan mencukurnya hingga habis hukumnya adalah makruh tidak sampai ke derajat haram. Adapun hukum memeliharanya adalah sunnah (mandub). [Syamsuddin Ramadhan]
Trust – Kepercayaan

Trust – Kepercayaan

bismillahirahmanirahim

  Ada satu hal yang merupakan kunci dari dakwah yang berhasil, Trust – Kepercayaan. Yang bila hal ini ada pada orang yang kita dakwahi, insya Allah mereka akan menerima dengan lebih mudah, lebih segera dan tentunya lebih bertahan lama.

     Seseorang menerima dakwah kita karena dia percaya kepada kita, bukan sebaliknya. Jangankan kepada sesuatu yang benar, sesuatu yang salah pun akan diterima seandainya orang sudah percaya.

        Efek dari kepercayaan juga sangat luar biasa, suatu perkataan atau perbuatan terasa lebih mudah diterima apabila sudah ada kepercayaan.





    Mungkin biasa saja apabila kita mengatakan di depan publik “sesungguhnya yang paling baik diantara laki-laki adalah yang paling baik kepada istri-istrinya”. Namun apabila kita tambahkan “Rasulullah bersabda: sesungguhnya yang paling baik diantara laki-laki adalah yang paling baik kepada istri-istrinya” maka efeknya akan lain. Itu karena Rasulullah dipercaya.

          Saking pentingnya isu kepercayaan ini, Allah pun menunjukkan pada kita bahwa Dia memilih Muhammad saw salah satunya adalah karena beliau bergelar Al-Amin (yang dapat dipercaya) bahkan jauh sebelum beliau Muhammad saw diangkat menjadi Nabi dan Rasul.

Lalu apa yang mempengarhi kepercayaan seseorang pada kita? Simak dulu yang dibawah ini


1. Reputasi dan Referensi
 Jelas lebih mudah mempercayai seseorang yang telah memiliki reputasi (brand image). Reputasi atau brand image kita adalah segala sesuatu nilai yang terbersit pada audiens ketika mendengar atau melihat kita. Dan efek terhadap kepercayaan sangat besar sekali.

Hal ini juga berkaitan dengan referensi. Semakin banyak seseorang mendengar kita dari teman atau lingkungannya, semakin mudah pula dia mempercayai kita.

Maka reputasi & referensi tidak dibangun dalam semalam. Ia adalah akumulasi dari setiap amal kita di dunia kita, yang menumpuk dalam waktu yang lama dan membentuk brand image.

Reputasi & referensi juga terkait erat dengan cara berpenampilan yang konsisten dan rapi. Ingat bahwa manusia cenderung melihat fisik dan menilai seseorang dari 30 detik pertama

Membangun reputasi dan referensi memerlukan 1 kata, konsistensi. Siapa yang konsisten dengan satu perbuatan, maka pasti akan melahirkan reputasi. Misal, bila menyebut dzikir kita akan ingat Arifin Ilham, sedekah ingat Yusuf Mansur, Khilafah ingat Hizbut Tahrir, dan sebagainya.

Membentuk reputasi & referensi tidak mungkin dalam waktu singkat. Bila anda mau instan, lupakan saja. Orang akan mengingat anda karena konsistensi, bukan perilaku oportunis.

Bila reputasi telah terbentuk, referensi akan datang dengan sendirinya, dan rasakan begitu mudah berdakwah bila seseorang telah percaya pada kita.

2. Satu Perahu
Selain itu kepercayaan juga akan muncul apabila kita dan audiens merasa ‘satu perahu’. Seorang Muslim tentunya akan merasa lebih nyaman dan percaya dengan Muslim yang lain ketimbang yang non-Muslim. Begitu pula kesamaan membuat kepercayaan.
Satu bahasa menimbulkan kepercayaan, satu agama menimbulkan kepercayaan, satu nasib menimbulkan kepercayaan, bahkan satu klub bola menimbulkan kepercayaan.
Maka ketika kita berdakwah, pastika kita berada ‘satu perahu’ dengan audiens. Sehingga kita bukan terkesan ‘menggurui’ atau ‘digurui’, tapi berada dalam posisi yang sama. Bersebelahan duduk dan berbagi kesulitan serta kesenangan.

3. Keahlian (Expertise)
Ada satu hal yang sering dilupakan oleh pengemban dakwah, bahwa kepercayaan tidak dibangun dengan cara yang manipulatif (tipuan) dan artifisial (buatan). Kepercayaan memang dapat dimanipulasi, namun tidak akan bertahan lama, dan kecewa lebih besar akan terjadi bila kepercayaan dimanipulasi
Kebanyakan yang terjadi sekarang, pengemban dakwah terlalu ‘membesar-besarkan’ dirinya. Bertindak tak sesuai dengan maqam dan keahliannya, berbicara tsartsarah (melebih-lebihkan). Padahal keahliannya belum samasekali sampai disana.


Kepercayaan bisa dimanipulasi dengan hal seperti itu, namun yang mengekalkan kepercayaan adalah expertise (keahlian) yang tanpanya perbuatan dan perkataan hanya jadi omong kosong.
Maka bila kita ingin dipercaya, jadilah ahli dibidang kita. Rajin mengumpulkan tsaqafah dengan membaca, menulis dan menyampaikan adalah ciri pengemban dakwah. Jangan malas menjadi ahli bila ingin dipercaya.
Coba pikir, pilih mana, disuntik orang yang bergelar Dr (Dokter), atau disuntik orang bergelar DrH (Dokter Hewan)?

Keahlian bisa saja dicapai melalui pendidikan formal, namun jalur non-formal juga tidak kalah banyaknya dan melahirkan orang-orang yang tidak kalah hebatnya.

Masih banyak lagi hal yang bisa membuat orang percaya dengan kita, salahsatunya kedekatan kita dengan Allah yang akan kita bahas dalam sesi khusus.

Silahkan temukan sendiri dan bangun brand image kita. Selain itu bijaksanalah dan dekatlah secara emosional dengan mad’u. Ingat pula yang terpenting untuk menjadi ahli pada bidangnya. Dan bersabarlah dalam melakukannya, mudah-mudahan kita lebih mudah berdakwah. Mecca wasn’t build in days – Neither Rome won’t be conquered in days.


Felix Siauw
Cara memanfaatkan Blog ini

Cara memanfaatkan Blog ini

bismillahirahmanirahim

Sekedar pemberitahuan atau arahan agar blog ini menjadi lebih bermanfaat.

1. Anda dapat mendengarkan siaran radio-radio islam dimanapun dan kapanpun, ada gadget di pojok kanan bawah blog ini yang berjudul "RADIO". tinggal pilih channel radio mana yang ingin anda dengarkan, dan klik

2. Pada pilihan menu di atas ada menu bertuliskan ARCHIEVE. di sana anda dapat menemukan artikel-artikel saya lainnya yang insyaAllah bermanfaat.

3. Tepat di bawah kotak komentar via facebook ada daftar tulisan2 saya yang paling banyak dibaca, anda tinggal klik di judulnya saja untuk melihat artikel

4. Pada pilihan menu di atas juga ada pilihan menu NEWS ysng berisi link ke situs berita islami ERAMUSLIM.COM yang beritanya sudah terpercaya sejah dulu.

demikian sedikit arahan dari saya, semoga bermanfaat :-)