Memiliki keturunan dengan cara manusia

bismillahirahmanirahim

Pernahkah anda merasa tertarik pada lawan jenis? Bagi yang sudah dewasa tentu pernah, kalaupun ada yang tidak merasa tertarik (homo/gay/lesbi) hal itu lebih dikarenakan pengaruh lingkungan, rasa trauma atau kesalahan pendidikan dari orang tua yg terkadang ada yang mendidik anak lelaki seperti mendidik anak perempuan atau sebaliknya.
Rasa ketertarikan ini merupakan fitrah bagi seluruh umat manusia yang dengannya kita dapat terus menjaga keberlangsungan peradaban umat manusia dengan selalu melahirkan generasi baru yang akan melanjutkan kehidupan. Namun fungsi utama ini bukan berarti kita bisa sembarangan menghasilkan keturunan sebanyak-banyaknya dan melakukannya kepada siapa saja. Di sini lah batasan yang membedakan manusia dengan binatang dari segi pertambahan keturunan. Bukankah binatang juga melakukan hal yang sama dengan tujuan yang sama? Perbedaan di sisi manusia terletak pada fungsinya yang lebih kompleks dan tata caranya yang sudah diatur dengan akal dan tata krama, bukan hanya sekedar mengikuti insting sebagaimana binatang.
Fungsi kompleks dari pelahiran keturunan tersebut berkaitan erat dengan urusan akhirat, ya dengan melahirkan anak kita dituntut untuk mendidiknya menjadi anak yang sholeh dan cerdas yang dapat membantu mendoakan kita kelak saat sudah meninggalkan dunia ini, kecerdasannya juga berguna bagi si anak untuk melanjutkan kehidupannya kelak. Selain itu anak juga bisa menjadi pelipur lara, penghapus kepenatan sehabis bekerja, menambah warna dalam rumah tangga dan menambah rezeki juga.
Untuk dapat memperoleh keturunan juga tidak bisa sembarangan, ada prosedurnya. Yaitu kita harus terlebih dahulu melakukan ikatan yang sah melalui pernikahan. hal ini penting untuk menjamin agar sang orang tua baik salah satu maupun keduannya tidak seenaknya menelantarkan sang anak. Juga untuk menjamin penghidupan sang anak baik dari sisi materi, kasih sayang maupun pendidikan. Hal ini banyak disepelekan oleh banyak kaum non-muslim sehingga peradaban mereka kurang memandang rasa kekeluargaan dan tidak sedikit juga yang tidak memiliki tata krama.
Hubungan pernikahan juga mempermudah pencarian nasab sang anak sehingga ia mengenal semua keluarganya dan terhindar dari kemungkinan melakukan pernikahan sedarah.
Satu catatan, bahwa anak hasil zina tidak memiliki hubungan nasab apapun dengan ayah biologisnya, nasabnya tersambung ke keluarga ibu, selain itu jika anaknya perempuan maka sang ayah biologis tidak berhak menjadi walinya di pernikahan.
Jika pernikahan belum juga menghasilkan anak, banyak ikhtiar yang dapat dijalani. yang terutama tentu saja berdo’a dengan khusyuk dan tekun, menjaga kesehatan termasuk kesehatan organ vital, memelihara anak yatim, bersedekah, sampai dengan cara yang kehalalannya masih diperdebatkan oleh para ulama seperti bayi tabung dll.
Mengenai tata cara membesarkan anak juga sudah diatur dengan baik dalam islam, mulai dari batasan waktu menyapih, cara mendidik agar tidak meninggalkan sholat, sampai urusan pendidikan anak mengenai akhlak dan ilmu lainnya.

Jadi, marilah kita hidup dan berkembang dengan ‘cara manusia’

Wallahu a’lam

Assalamualaikum...
EmoticonEmoticon