bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum..
Alhamdulillah saya kembali diberi kesempatan oleh Allah swt untuk tetap hidup dan menambah catatan amal saya yang masih sedikit, dan alhamdulillah juga saya diberi kesempatan untuk kembali share tentang fikiran saya di sini
Baiklah saya disini akan membahas tentang fenomena penyelewengan2 terhadap dunia dakwah, dalam hal ini lebih saya titik beratkan kepada mereka yg memanfa’atkan status keikhwanannya untuk mendekati akhwat dan juga sebaliknya.
Selama masa saya masuk dalam dunia aktivis islam banyak sekali saya temui penyelewengan2 di lakukan oleh beberapa oknum, seyogianya orang2 yang melakukan penyelewengan tersebut tidak lagi layak disebut aktivis islam, karena mereka sendiri telah melanggar hukum islam yang jelas2 tersebut dalam surah Al-Isra’ : 32 tentang larangan mendekati zina. Dan memang rata2 yg melakukan penyelewengan tersebut adalah mantan aktivis yang sudah lepas dari barisan dakwah dan tidak mengikuti pengajian lagi, namun mereka masih berpenampilan masih seperti ikhwan/akhwat untuk kepentingan TePe-TePe (baca: tebar pesona). Meski begitu ternyata banyak juga yang masih mengikuti pengajian namun sudah menyeleweng, hal ini mungkin dikarenakan belum mampunya orang itu mengaplikasikan ilmunya, atau bahkan ilmu yang ia terima selama ini di pengajian tidak ia pahami. Ada juga yang masih aktif beraksi sampai ikut aksi2 di jalanan namun ternyata karena niat lain hmm...
Tak jarang si ‘ikhwan’ dan si ‘akhwat’ akhirnya berpacaran. ironisnya mereka dengan seenaknya dan tanpa ilmu mengklaim sebagai pacaran islami (pacaran islami hanyalah pacaran setelah ijab kabul). padahal walaupun mereka saling berpandangan atau bahkan berpegangan sambil istighfar sekalipun, ya tetap saja mereka telah mendekati zina. Ingatlah, perbuatan zina adalah perbuatan yang sangat keji, sehingga untuk mendekatinyapun tidak boleh (saya anjurkan untuk cek langsung di Al-qur’an surat Al-Isra’ ayat 32 biar lebih yakin)
Fenomena terbaru saya perhatikan di media jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Di sana saya menyaksikan bagaimana seorang akhwat memajang foto dirinya di akun facebooknya kemudian dikomentari oleh para ‘ikhwan’ dengan kata pujian-pujian gombal yang dibalut nuansa islami, seperti “masyaAllah cantiknya”, atau “wah, ukhti cantik sekali”. Dan ironisnya sang akhwat justru menanggapi dengan ‘imut’ komentar2 tersebut, seperti “syukron y”, atau “makasih y akhi :) “. Naudzubillah, Apakah layak hal2 seperti ini dilakukan oleh orang2 yang telah ditarbiah? Ini kan sama saja sebenarnya dengan yang dilakukan oleh orang2 yang punya ritual khusus di malam minggu dan yang suka sekali dengan area remang2. Hanya topeng kalimat toyyibah yang membedakan sedikit gayanya. (mengenai hal yang bersinggungan dengan social network ini insyaAllah akan saya bahas di posting berikutnya)
Boleh saja memajang foto asli di media jejaring sosial untuk memperjelas identitas diri, namun sebaiknya foto yang di pajang tidak terlalu menampilkan perhiasan dan keindahan diri yang mengundang syahwat. Untuk aktivis islam tentunya kita harus menjauhi sejauh2nya hal yang dilarang Allah, oleh karena itu lebih baik di pajang foto yang tidak terlalu jelas menampilkan sosok diri. Bahkan ada yang berpendapat sebaikknya yang dipajang adalah gambar benda mati, hal ini di rujuk oleh hadits tentang larangan menggambar gambar makhluk hidup.
(Untuk hal hadits ini ada baiknya ditanyakan lagi kepada ulama fiqih, karena pada saat ini foto sangat diperlukan untuk memperjelas identitas, berbeda dengan masyarakat jahiliah yang suka menyembah gambar/patung bersosok makhluk hidup)
Penggunaan kalimat toyyibah untuk hal2 yang dilarang Allah jangan dikira akan mengurangi dosa, bahkan justru menambah dosanya. Hal ini sama saja dengan seorang rampok yg baca basmalah sebelum beraksi, atau pemabuk yang baca do’a sebelum makan sebelum minum miras. Ya dosanya akan berkali-kali lipat.
Memang sulit di era modern ini untuk tidak berinteraksi banyak dengan lawan jenis yang bukan mahram (kata umum: muhrim) terlebih dengan teman satu kelas atau rekan kerja. Saya sendiri tidak memungkiri masih ada interaksi2 dengan yg bukan mahram walaupun saya sudah berusaha untuk meminimalisirnya, saya bahkan juga masih suka mengomentari status akhwat di jejaring sosial, tapi saya melakukannya jika dirasa perlu atau mengandung ilmu yang dapat di serap. Saya rasa hal ini boleh saja kita lakukan asal sesuai dengan batas2 yang telah ditentukan dan tidak mengandung hal2 yang berpotensi memancing syahwat seperti halnya gombalan tadi.
Untuk para aktivis rasanya lebih baik untuk kita tidak mengenal satu sama lain antara ikhwan dengan akhwat. Cukuplah pada saat ada event yang membutuhkan kerjasama tim antara ikhwan dan akwat itu saja kita saling berkomunikasi dan mengenal, dengan catatan seperti tadi: Seperlunya dan tidak mengandung syahwat. Faktanya yang saya lihat seperti junior2 saya yang terlampau intensif berkomunikasi dengan akhwat membuat tidak jelasnya hijab antara mereka. Bahkan mereka tidak ada rasa malu lagi mengungkapkan rasa cinta dan memperlihatkan status pacaran secara terang2an. Inilah bahayanya zina, ketika kita mendekati sedikit saja, kita akan terseret semakin jauh ke dalam. Ibarat kolam yang bibir kolamnya licin, berjalan saja kita di tepinya, pasti kita akan terpeleset masuk ke dalam.
Semoga kita diberi kekuatan untuk mengendalikan syahwat kita dan menjauhi yang namanya zina
Wallahu 'alam bishawab
Assalamualaikum...
EmoticonEmoticon