Haramkah dakwah terjun ke dunia politik dan Nasionalismenya?

Assalamualaikum..
Sudah lama nih saya tidak nulis artikel bergendre opini. Setelah sebelumnya hanya berupa "how to" dari artikel salinan.
Baiklah kali ini yang akan saya bahas memang agak berat, namun seperti biasa saya tidak akan menggunakan terlalu banyak dalil-dalil karena saya bukan ahlinya. Saya akan lebih menilik dari segi pengalaman saya sebagai aktivis dan sebagai seorang pencinta sejarah.
Politik demokrasi seperti yang sudah kita ketahui bersama telah menghasilkan banyak mudharat. Meskipun mudharat ini berusaha ditutup-tutupi oleh beberapa tokoh dengan berkilah "hanya butuh penyempurnaan" padahal jelas hukum produk manusia tidak akan pernah bisa sempurna. Demokrasi sebenarnya bertujuan mulia, dengan memberi hak yang sama kepada semua orang untuk memberi pengaruh pada negara, yang pada akhirnya berpengaruh pada kehidupan mereka sendiri.
Demokrasi lahir di tengah kekuasaan absolut para penguasa diktator pada abad pertengahan di eropa. Ia lahir dari rasa frustasi, rasa tertindas dan rasa tidak percaya pada sistem yang selama ini berlaku. Lucunya, penindasan juga dilakukan oleh dogma agama yang seharusnya menjadi pelindung dan panutan. Fenomena inilah yang juga berpengaruh pada perkembangan demokrasi pada awalnya seolah alergi dengan agama, sejalan dengan ideologi materialistis sekuler yang mulai berkembang di eropa saat itu.
Pada perkembangan politik di Indonesia, pengaruh agama justru tidak pernah bisa dilepaskan dari politik. Dalam masa pergerakan nasional, kaum terpelajar mulai melirik dunia politik sebagai upaya perlawanan setelah 3,5 abad lamanya perlawanan dengan senjata. Oleh karena itu lahirlah organisasi-organisasi islami seperti Partai syarikat Islam dan organisasi-organisasi berbasis pendidikan dan massa seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam (Persis) dan lain sebagainya.
Bersama beberapa organisasi berbasis nasionalisme, organisasi-organisasi islam ini terbukti mampu membangkitkan semangat juang kaum bumiputera dengan meningkatkan kesadaran dan intelektualistas mereka. Organisasi islam berbasis pendidikan yang menjadi pencetak bibit-bibit unggul (seperti Jenderal Soedirman hasil didikan Muhammadiyah) dan organisasi islam yang berbentuk partai menjadi wadah pergerakannya.
Istilah nasionalisme bahkan dimunculkan pertama kali justru oleh organisasi islam. Centraal Sjarikat Islam dalam National Congres Central Sjarikat Islam -1e Natico di Bandung 17-24 Juni 1916 dengan jelas dari namanya saja sudah memasyarakatkan nasionalisme (ini sekaligus meralat klaim yang mengatakan sumber nasionalisme Indonesia adalah dari PNI, padahal PNI lahir pada 4 Juni 1927) paham nasionalisme digunakan Organisasi Islam setelah konferensi untuk mendirikan kembali Khilafah di Hijjaz gagal terwujud.
Paham nasionalis dianggap lebih realistis untuk menyatukan dan membakitkan semangat juang kaum bumiputera. Berdasarkan fakta ini saya juga ingin membantah (dengan tidak mengurangi rasa hormat) pendapat beberapa ulama yang mengkambing hitamkan Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh sebagai orang yang menanamkan benih perpecahan dalam Khilafah karena mempopulerkan Nasionalisme. karena sebelum nasionalisme dalam dunia islam dipopulerkan, sebenarnya dunia islam telah terpecah-pecah seperti remah roti yang dibagi-bagi oleh para penjajah. Meskipun Khilafah Turki saat itu masih eksis namun bisa dikatakan sudah tidak berpengaruh lagi (terutama setelah perang dunia Pertama). Saat itu hanya nasionalismelah yang lebih realistis untuk membangkitkan semangat juang melawan penjajah. Terbukti dengan semangat nasionalisme satu per satu negeri kaum muslimin dapat melepaskan diri dari kungkungan para penjajah kafir.
Penelusuran perjuangan aktifis islam dalam politik sedikit sulit ditelisik dari segi sejarah terutama setelah dan saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, ini karena upaya distorsi sejarah yang luar biasa. Bahkan tidak hanya distorsi sejarah, pendirian negara Indonesia yang diperjuangkan oleh para ulama dengan perlawana intelektual dan fisik bahkan "dicolong" oleh kaum kafir-Munafik. Sila penerapan syariat islam jadi terhapus dan faham Komunis yang anti-tuhan menjadi menyelinap ke dalam pemerintahan.
Kisah terakhir dominasi partai islam yang saya dengar hanyalah dari Partai Masyumi pemenang pemilu perdana di Indonesia, kabarnya karena memperjuangkan syariat Islam dalam dewan konstituante, partai Masyumi jadi dibubarkan pemerintah, dan Dewan konstituantenya juga dibubarkan. tokoh-tokoh Masyumi seperti Muhammad Natsir diburu. Namun kisah ini belum dapat saya pastikan kebenarannya, akibat distorsi sejarah yang sangat membingungkan. Versi yang lebih familiar menyebutkan dewan konstituante dibubarkan akibat berdebat tiada ujung seperti yang kita lihat pada DPR/MPR saat ini dan tidak disebutkan upaya perubahan dasar negara menjadi Syariat Islam oleh Masyumi.
Saya tidak mau terlarut dalam perkara yang ambigu, namun yang dapat saya petik adalah Nasionalisme dan politik tidak setabu yang dibayangkan. Dengan tidak berusaha membenarkan produk taghut ini, namun setidaknya Nasionalisme dan politik adalah cara yang realistis untuk saat ini dalam pergerakan Keislaman, Sambil menyusun kekuatan untuk menyambut janji Allah ta'ala akan kembali berdirinya Khilafah di muka bumi.
Dan reformasi sebenarnya adalah produk pergerakan Islam dalam berpolitik, anda dapat dengan jelas melihat ikhwan-akwat dengan pakaian syar'i terlibat langsung dalam demontrasi. Setelah berhasil menggulingkan diktator, beberapa dari mereka memilih mendirikan Partai, bukan Khilafah atau negara islam. Karena anda sudah tahu kenapa, karena memang belum realistis untuk saat itu.
Kepada harokah/jama'ah yang terus getol mengkafirkan pergerakan Islam dalam politik saya hanya berpesan. Jikalau ajakan kalian untuk golput telah berhasil setidaknya bagi sebagian besar umat sementara kontribusi untuk penegakan Khilafah masih berupa seminar, seminar dan seminar. Kalian tahu apa yang akan terjadi? Kemungkinan terpilihnya pemimpin kafir atau munafik akan semakin besar, pengajian kalian akan dilarang bahkan dianggap makar seperti di zaman orde baru. Dan akan banyak lahir undang-undang yang mendiskreditkan umat islam. Jadi hargailah mereka yang berjuang di politik. Abu Mush'ab Az Zarqawi pernah berkata: "..biarlah kekuatan dan sifat keras saya simpan sebagai persedia'an untuk menghadapi musuh-musuh agama ini. Bukan untuk menghadapi saudaraku sendiri."
Wallahu a'lam bishawab
Fauzil Hasdi
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone













Assalamualaikum...
EmoticonEmoticon