Ah cinta masa muda, pengaruhnya sangat luar biasa, ia dapat
mengubah orang biasa menjadi orang gila. Cinta dapat mengubah orang yang
jarang berkata menjadi pujangga. Untuk cinta orang dapat mengorbankan
segalanya.
Begitulah sedikit gambaran dari efek cinta, terlebih cinta yang hadir
di masa muda. Sayangnya, entah karena terlalu dini mengenal kata cinta.
Banyak anak muda yang tidak kenal hakikat cinta. Mereka cenderung tak
mampu membedakan rasa cinta dengan nafsu atau kekaguman semata. Kalau
saya boleh berhipotesis sedikit, pergeseran makna cinta dan tata krama
soal cinta ini ada hubungannya dengan ghowzul fikri yang dilancarkan
oleh media barat. Pada masa penjajahan Belanda, mereka seringkali
mendirikan bioskop berdekatan dengan masjid, di dalam bioskop itu banyak
diputar film2 dengan cerita yang merusak. Lihat saja salah satu film
pertama yang diproduksi Indonesia yang bercerita mengenai anak yang
dipaksa menikah oleh orangtuanya kemudian ia kawin lari, cerita dengan
inti yang hampir sama terus menerus ‘disuntikkan’ hingga zaman sinetron
seperti sekarang. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Film2 itu juga
seperti mendorong para pemuda untuk menabrak tata krama dengan kawin
lari dll, ditambah dorongan untuk durhaka. Dalam islam sendiri wanita
boleh menolak dijodohkan. Ops, tapi dalam artikel ini kita tidak
membahas mengenai ghowzul fikri itu, kita akan membahas bagaimana
interpretasi dan bagaimana mengaplikasikan cinta dalam islam.
Banyak nyanyian gombal yang menyatakan bahwa cintanya abadi, padahal
cinta tidaklah abadi. Saat kita menjadi kakek-nenek nanti yang ada
hanyalah kasih sayang. Perbedaannya dengan cinta adalah, tidak dapat
kita pungkiri kita jatuh cinta pada seseorang terutama dikarenakan oleh
fisiknya atau tindakannya baik yang berupa akhlak maupun keluasan
ilmunya dan satu lagi adalah materi. Sementara kasih sayang cenderung
tak bersyarat, seperti rasa kasih kita pada sesama yang terkena bencana
tidak peduli mereka buruk maupun rupawan. Rasa cinta membuat kita tidak
mau melepaskan sesuatu yang kita cintai itu, sementara kasih sayang
membuat kita relakan apapun asal yang kita kasihi bahagia termasuk
dengan melepaskannya. Saat kita sudah tua dan tidak berdaya tidak ada
lagi alasan untuk saling mencinta. Benar2 rasa kasih sayanglah yg
menyatukan kita sampai mati.
Namun rasa kasih sayang pada sesama juga tidak selamanya abadi, setidaknya sampai hari kiamat.
Satu hujjah yang paling kuat tentang ketidakabadian cinta adalah ayat
tentang saat terjadi huru-hara di hari kiamat, saat itu ibu2 tidak lagi
memperdulikan anak-anaknya, saat teman karib sudah melupakan kawan2nya.
Semua hubungan telah terputus. Yang ada hanyalah kata nafsi (diriku)
yaitu cinta pada diri sendiri. Ya ada pengecualian untuk cinta abadi.
Yaitu cinta pada nasib diri sendiri di akhirat dan cinta yang tulus
karena Allah semata yang akan mendapatkan tempat yang indah di al-a’raaf
di surga.
Berangkat ke point ke-2 yaitu pengaplikasian cinta,
Cinta sebenarnya bisa ditumbuhkan, tanpa harus melewati proses yang bertele2 lewat pacaran, tunangan dll.
Proses pacaran adalah omong kosong terbesar yang pernah saya dengar.
Dengan kata2 yang mengatakan ‘cinta kita akan abadi selamanya’ , ‘hatiku
selamanya milikmu’, atau ‘ belahlah dadaku’ ini yang bahaya, kalau
kebetulan ceweknya lagi bawa kampak, bisa dimutilasi ente
pada kenyataannya pacaran hanya mengedepankan nafsu birahi, pacaran
bukan cara menyeleksi calon suami/istri yang efektif karena yang
diperlihatkan hanya sisi baiknya saja, kita tidak dapat melihat sisi
kekurangannya sepenuhnya karena tidak bisa 24 jam bersamanya. Sms-an
atau contack via HP rentan pembohongan.
Untuk tunangan, ini gantung namanya, gak penting sma sekali.
Ada beberapa cara yang lebih baik ditempuh untuk ini. Kita dapat
menyeleksi melalui proposal yang menyertakan hal yang
selengkap-lengkapnya tentang diri kita. Kita dapat bertukar proposal
dengan calon yang direferensikan atau melalui biro jodoh yang islami.
Cara lain dengan memilih orang ketiga yang merupakan mahram kita
(kata umumnya: muhrim kita) yang dapat memantau perilaku sang calon.
Kalau untuk kata ta’aruf banyak yang menyelewengkan sehingga jadi
mirip dengan pacaran, atau PDKT, TTM de el el.. Proses ta’aruf
dilangsungkan jika segalanya sudah hampir pasti, dilangsungkan dengan
tempo yang sesingkat-singkatnya, dan seperlunya saja.
Hal2 tersebut dilakukan agar terhindar dari kontak langsung yang bisa mendekati zina, seperti pada ayatnya
la tahrobu zina
: jangan dekati zina (mendekati saja tidak boleh, apalagi melakukan.
Karena zina adalah perbuatan yang keji. Bisa dibaca di artikel saya
sebelum yang ini).
Nah setelah cocok, tentu kita tidak akan langsung cinta. Cinta itu
akan tumbuh bersama rasa kasih sayang ketika kita sudah menjalaninya.
Catatan terakhir, jika anda merasa cinta namun nelum mampu menikah,
rasulullah saw menganjurkan kita berpuasa dan atau mengerjakan hal2 lain
yang menyibukkan kita sehingga tidak sempat memikirkan jodoh (nah kalau
urusan kesibukan, kalau bisa kerja, biar sambil nabung hehe
)
Cara lain juga diangkat beberapa penulis islam baru-baru ini, yaitu
Pacaran sesudah nikah. Ya, kita bisa menghalalkan terlebih dahulu
hubungan kita, baru kemudian menjalani sebagaimana orang biasa pacaran.
Bahkan gak perlu masuk tempat remang2. Dalam proses ini kita bisa
menunda melakukan hubungan suami-istri hingga benar2 siap. Memang cara
ini agak menabrak kelaziman yang ada, namun cara ini lebih baik jika
kita memang lebih takut kepada Allah swt dibanding rasa takut diomongkan
oleh orang2 pengghibah. Satu hal tambahan juga, kita harus mengundang
kenalan kita sebanyak2nya. tidak usah malu, ini untuk menghindari fitnah
dan prasangka buruk dari orang lain, selain untuk meminta do’a restu
tentunya.
Proses yang sesuai syariat akan membawa kita kepada cinta karena
Allah swt, cinta karena ingin beribadah. Cinta yang abadi yang membuat
para penduduk surga lainnya iri. Semoga kita termasuk orang-orang yang
saling cinta karena Allah semata.
*Let’s listening Maidany: cinta dalam cinta dan ‘jangan jatuh cinta’
Wallahu a’lam
By: Fauzil Hasdi